Titik berat pendidikan keperawatan adalah proses mencerdaskan dan meningkatkan kemampuan individu menjadi perawat yang mampu melaksanakan praktek keperawatan ilmiah. Outcome dari pendidikan keperawatan adalah individu yang menunjukkan kemampuannya dalam upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Nurachmach, 2007). Guna pencapaian tujuan ini, Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Fakultas Kedokteran Universitas Andalas menjalankan program pendidikan profesi Ners. Selama masa pendidikan profesi yang lamanya kurang lebih satu tahun, para calon ners ini melewati pembelajaran klinik baik di lapangan maupun di rumah sakit. Metode pengajaran yang dapat digunakan untuk masa pembelajaran ini adalah konferensi, studi kasus dan bed-side teaching (Reilly & Oerman, 1985 dikutip dari Pusdiknakes, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Malini dan Huriani (2006) didapatkan bahwa metode pengajaran klinik yang selama ini dijalankan terutama untuk pengalaman di klinik kurang dapat meningkatkan kompetensi klinik para calon ners. Kurang dapat dicapainya kompetensi klinik ini akan menyebabkan tidak siap untuk memasuki dunia kerja dan juga tidak dapat memenuhi tuntutan penyedia jasa pelayanan kesehatan. Untuk itulah diperlukan suatu metode pembelajaran baru yang mampu secara khusus dan seksama memantau perkembangan pencapaian tujuan pembelajaran. Bentuk pengajaran klinik tersebut adalah mentorship.
Mentorship adalah suatu hubungan antara 2 orang yang memberikan kesempatan untuk berdiskusi yang menghasilkan refleksi, melakukan kegiatan/tugas dan pembelajaran untuk keduanya yang didasarkan kepada dukungan, kritik membangun, keterbukaan, kepercayaan, penghargaan dan keinginan untuk belajar dan berbagi (Rolfe-Flett, 2001; Spencer, 1999 dikutip dalam Werdati, 2007). Mentorship dapat juga diartikan sebagai proses pembelajaran dimana mentor mampu membuat menti (peserta mentorship) yang tadinya tergantung menjadi mandiri melalui kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang diharapkan terjadi yaitu mengalami sendiri dan menemukan sendiri fenomena praktek keperawatan dimana hal ini diharapkan dapat membangun kepercayaan diri, harga diri dan kesadaran diri yang merupakan fundamental dalam penyelesaian masalah (Nurachmach, 2007).
Metode ini telah diaplikasikan sejak lama dalam pendidikan keperawatan dan disiplin ilmu lainnya dalam kesehatan, khususnya diluar negeri. Bahkan hasil review atas pelaksanaan mentorship menyatakan bahwa mentorship dapat mengatasi kekurangan tenaga perawat, meningkatkan kepuasan perawat serta memperbaiki kualitas pelayanan (Block & Korow, 2005). Sejauh ini belum ada catatan pelaksanaan mentorship dalam sistem pendidikan keperawatan maupun kesehatan di Indonesia.
Metode ini memberikan kesempatan kepada para mentor untuk memantau secara mendetil perkembangan menti, dimana satu orang menti digandengkan dengan 1 orang mentor, kemudian diberikan kesempatan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan melalui interaksi dengan teman sejawat yang telah memiliki pengalaman sehingga terbangun rasa percaya. Untuk dapat membuktikan bahwa mentorship ini memang mampu untuk menjawab kekurangan yang ada dari metode pengajaran klinik sebelumnya serta dapat diaplikasikan pada sistem pelayanan keperawatan di Indonesia umumnya dan Sumatera Barat umumnya, maka perlu dilakukan sebuah penelitian yang menerapkan mentorship ini.
Literatur menunjukkan penerapan mentorship dalam proses pembelajaran klinik keperawatan di luar negeri mampu meningkatkan pencapaian kompetensi peserta didik. Selanjutnya, mentorship juga diakui dapat meningkatkan rasa percaya diri, harga diri dan kesadaran diri calon ners serta meningkatkan kesiapan perawat dalam menghadapi dunia kerja. Dari sisi organisasional keperawatan, keberadaan para menti dapat membantu mengatasi masalah kekurangan tenaga perawat. Namun demikian, pelayanan keperawatan di Indonesia menganut sistem yang berbeda dengan pelayanan keperawatan di luar negeri. Hal ini selalu diupayakan dalam rangka meningkatkan kepuasan pengguna layanan keperawatan.
Bimbingan Klinik
Bimbingan klinik adalah segala bentuk tindakan edukatif yang dilaksanakan oleh pembimbing klinik untuk memberikan pengetahuan nyata secara optimal dan membantu peserta didik agar mencapai kompetensi yang diharapkan. Tujuan pelaksanaan bimbingan klinik yaitu membantu peserta didik menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat praktek, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari dikelas secara terintegrasi ke situasi nyata, dan mengembangkan potensi peserta didik dalam menampilkan perilaku atau keterampilan yang bermutu ke situasi nyata dalam praktek. Selain itu, bimbingan klinik juga bertujuan untuk memberi kesempatan kepada peserta didik mencari pengalaman kerja secara tim dalam membantu proses kesembuhan klien, memberi pengalaman awal dan memperkenalkan kepada peserta didik tentang situasi kerja profesional keperawatan, dan membantu peserta didik mengatasi masalah yang dihadapi di lahan praktek, serta membantu peserta didik dalam mencapai tujuan praktek klinik.
Mentorship
Mentorship adalah suatu bentuk sosialisasi untuk peran profesional yang merangsang pencapaian kompetensi sains natural (Lowenstein & Bradshaw, 2001). Mentorship merupakan suatu hubungan antara 2 orang yang memberikan kesempatan untuk berdiskusi yang menghasilkan refleksi, melakukan kegiatan/tugas dan pembelajaran untuk keduanya yang didasarkan kepada dukungan, kritik membangun, keterbukaan, kepercayaan, penghargaan dan keinginan untuk belajar dan berbagi (Rolfe-Flett, 2001; Spencer, 1999 dikutip dalam Werdati, 2007). Kegiatan belajar yang diharapkan terjadi yaitu mengalami sendiri dan menemukan sendiri fenomena praktek keperawatan dimana hal ini diharapkan dapat membangun kepercayaan diri, harga diri dan kesadaran diri yang merupakan fundamental dalam penyelesaian masalah (Nurachmach, 2007).
Dengan perubahan paradigma dalam pendidikan dan perubahan kondisi kehidupan, konsep pembelajaran pada pendidikan profesi keperawatan mengintegrasikan segala sumber yang ada kedalam suatu bentuk sistem pembelajaran yang diharapkan lebih efektif dalam pencapaian kompetensi, yaitu yang memiliki prinsip dasar belajar aktif dan mandiri. Salah satu metode pembelajaran yang memenuhi kriteria tersebut adalah mentorship (Nurachmach, 2007).
Adapun 5 karakteristik mentorship yaitu sifat hubungan yang menguatkan dan memberdayakan, menawarkan serangkaian fungsi menolong/membantu untuk memfasilitasi pembinaan dan memberikan dukungan, perannya meliputi keterkaitan antara aspek personal, fungsional dan hubungan, dan tujuan individu (menti) dan fungsi penolong ditetapkan oleh individu yang terlibat, serta bisa saling memilih (siapa mentor dan menti) dan diidentifikasi fase hubungannya. Hal ini akan memberikan kenyamanan bagi mentor maupun menti dalam membangun hubungan dan bagi pengembangan diri.
Fase hubungan dalam mentoring terdiri dari 4 fase yaitu fase inisiasi, fase perencanaan, fase pelaksanaan dan fase terminasi. Fase inisiasi berfokus pada mengidentifikasi kesamaan karakteristik antara individu mentor dan menti, kemampuan atau pengakuan nilai-nilai yang dianut. Hal yang penting disadari pada fase perencanaan adalah bahwa terhadap keterbatasan-keterbatasan dari peran mentor dan kemampuan menti. Negosiasi atas pengharapan dilakukan dan klarifikasi dikemukakan untuk meningkatkan kepuasan pada akhir hubungan mentorship. Pada fase kerja, fokus utamanya adalah pertumbuhan dan perkembangan dari hubungan dan pencapaian tujuan dalam mentoring. Kesinambungan hubungan mentoring dipertahankan melalui interaksi mentor dan menti dan meningkatnya rasa percaya dan kedekatan yang dibangun.
Sejalan dengan perkembangan fase ini, rasa percaya dan berbagi menjadi terbentuk dan menti menjadi lebih siap untuk memilah bentuk bantuan yang sesuai dengan kebutuhannya. Menti secara bertahap menjadi lebih mandiri dan hanya kadang-kadang mengharapkan bantuan. Pada perjalanan selanjutnya, menti dengan segala pemahaman barunya menjadi seorang yang ingin mencoba dan mengambil resiko yang terus dipantau serta didukung. Pada akhir fase ini, kepercayaan diri menti terus meningkat.
Pada fase terminasi, menti bekerja dan bertindak atas inisiatif sendiri dan pada posisi ini menti telah bekerja secara mandiri. Jika proses dirasakan bermanfaat oleh kedua pihak, maka keduanya dapat mempertahankan hubungan pertemanan. Masalah potensial dalam hubungan mentorship dapat berupa mentor yang over protektif atau terlalu mengontrol sehingga membekukan kreatifitas dan inovasi menti. Eksploitasi dapat terjadi jika mentor memiliki tujuan untuk pelayanan pribadi mentor.
Pencapaian Kompetensi Klinik Salah seorang menti melaporkan adanya perubahan yang dirasakannya dalam melakukan pengkajian dan tindakan keperawatan ketika mentor mendampingi dan membimbingnya dalam melakukan hal tersebut. Dengan membandingkan pengalaman mahasiswa selama mengikuti program mentorship dengan pengalaman mengikuti metode bimbingan lama, mahasiswa dalam FGD menyampaikan adanya pencapaian kompetensi klinik yang lebih cepat, tepat dan memuaskan dengan metode mentorship. Dalam melakukan pengkajian, mahasiswa dapat melakukannya dengan fokus dan tindakan keperawatan yang dilakukan menjadi lebih terarah dan sesuai dengan teori. Hal ini membuktikan pendapat Stewart dan Krueger (1996) yang menyatakan salah satu atribut dari konsep mentoring adalah perbedaan pengetahuan dan kompetensi antara pemula dan ahli. Melalui hubungan mentoring, akan terjadi saling mengisi antara keduanya.
Menti lainnya melaporkan perbedaan yang dirasakannya dengan membandingkan metode bimbingan klinik lama dengan metode mentorship. Kontrak yang telah dibuat antara mentor dan menti hampir seluruhnya dilaksanakan.Berbeda dengan metode bimbingan klinik lama dimana beberapa pembimbing bertanggung jawab terhadap kemajuan 1 kelompok mahasiswa praktek, menggunakan metode mentorship masing-masing mentor bertanggung jawab terhadap mentinya. Dengan metode lama, memungkinkan adanya pengharapan bahwa pembimbing lain akan melakukannya sehingga pada kenyataannya tidak satu orangpun akhirnya melakukan bimbingan sesuai yang diharapkan oleh mahasiswa. Selain atribut penting tadi, sinergi positif atau ‘chemistry’ hadir dalam hubungan mentorship. Karena ‘chemistry’ ini menyebabkan seorang yang berpengalaman menjadi bertanggung jawab secara personal, intensif dan emosional (Stewart & Krueger, 1996)
Dalam hal kompetensi melakukan komunikasi terapeutik, sebagian besar menti melaporkan mendapatkan model peran yang baik dari mentornya. Komunikasi terapeutik dipraktekkan oleh mentor dalam berbagai kesempata seperti pada saat melakukan overan dinas, menerima danmengorientasikan pasien baru, melaksanakan asuhan keperawatan, melakukan tindakan keperawatan, dn lain-lain. Hal ini membuktikan bahwa program mentorship juga dilaporkan efektif dalam mempraktekkan komunikasi terapeutik dalam hubungan antara perawat dan pasien dan perawat dengan perawat. Saat mentor melakukan kominukasi, menti mengamati teknik yang digunakan oleh mentor untuk mendapatkan perhatian dari pasien dan memilih kata-kata yang dapat dipahami oleh pasien. Demikian juga dengan komunikasi dengan kolega. Registered Nurses Association of Ontario (RNAO, 2008) mengatakan bahwa mentorship memberikan berbagai keuntungan seperti menjembatani jurang antara teori dan praktek, meningkatkan pemikiran kritis dan pengembangan karir, dan mengingkatkan profesionalisme perawat baru.
Namun demikian, sebagaimana diungkapkan oleh beberapa mentee dalam FGD, mentee mengeluhkan kurangnya arahan dari mentor ketika mentee tidak lagi dinas pada ruangan yang sama dengan mentornya. Tanggung jawab yang ditunjukkan oleh mentor ada yang disalah artikan oleh menti menjadi pendampingan yang terus menerus. Dijelaskan dalam fase hubungan dalam mentorship, proses mentorship yang berhasil ditandai dengan kesiapan menti untuk mampu bertindak secara mandiri. Lain halnya dengan menti dalam program ini, pada waktu yang telah disepakati sebelumnya pada saat penyusunan kontrak belajar, menti tidak siap untuk dilepas secara bertahap. Dalam kontrak mentor dan menti disetujui bahwa setelah 2 minggu, ketergantungan menti terhadap mentor harus berkurang. Kunci keberhasilan mentorship termasuk mencegah terjadinya ketergantungan yang berlebihan dan menyadari kapan akan mengakhiri mentorship (Greene & Puetzer, 2002).
Seorang mentor dituntut untuk memiliki kompetensi dalam membangun jaringan kerja dengan kolega untuk berbagi praktek terbaik. Dalam prakteknya, upaya ini dinilai sebagai pemicu kekecewaan menti karena bukan mentor yang mendampinginya dalam pencapaian kompetensi. Hal ini terungkap melalui pernyataan salah seorang menti berikut ini:
Mentor tidah hadir karena sakit, sibuk dan juga banyak konseling, jadi kalau untuk tindakan kami lebih banyak didampingi oleh perawat ruangan. … Saya pribadi merasa kurang puas, cuma waktu kami mau sampaikan ke mentor, kayaknya mentor juga ga punya waktu untuk itu.
Kesalahpahaman tentang proses dalam mentorship menimbulkan pikiran-pikiran negatif dan selanjutnya mengurangi semangat menti dalam mencapai tujuan belajarnya. Pada akhirnya, menimbulkan penilaian yang keliru tentang mentorship.
Seorang menti menilai mentorship hanya berfokus pada pencapaian kompetensi tentang tindakan keperawatan, sedangkan kompetensi menyeluruh dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif sering terabaikan. Dengan demikian mentorship dirasakan tidak memfasilitasi pencapaian standar akademik. Hasil diskusi dengan mentor menyatakan bahwa mentor telah berupaya memfasilitasi menti sesuai kebutuhan yang diutarakannya. Dalam mentorship, tujuan pembelajaran disusun oleh menti dan selanjutnya disepakati dengan mentor mengenai pencapaiannya. Hal ini bertolak belakang dengan metode bimbingan lama dimana tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak akademik. Perbedaan konsep ini telah dijelaskan pada tahap persiapan dan dicantumkan dalam buku panduan.
Kepercayaan diri dan harga diri
Menti menyampaikan bimbingan tidak hanya didapatkan dalam melakukan tindakan keperawatan, tetapi juga dalam hal membangun hubungan dengan pasien dan keluarga. Menti melaporkan melalui mentorship terbangun rasa kekeluargaan dengan pasien dalam konteks hubungan terapeutik. Kepercayaan diri yang dilihat dalam penelitian ini adalah kemampuan menti dalam menempatkan diri pada saat membangun hubungan terapeutik, berkolaborasi dengan anggota tim pelayanan kesehatan dan berkomunikasi secara efektif. Metode bimbingan klinik mentorship dilaporkan menti mampu memenuhi harapannya dalam hal-hal diatas.
Harga diri yang dimaksud adalah ungkapan ataupun perasaan kepuasan atas otoritas yang dimiliki dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien. Ungkapan ini dapat muncul baik dari penghargaan pasien terhadap perawat maupun penghargaan dari mentor terhadap penampilan menti. Umumnya menti melaporkan adanya hubungan yang saling menhargai antara mentor dan menti, seperti menghargai keberhasilan menti, menghargai pendapat menti, menghargai upaya yang dilakukan menti serta menghargai keterbatasan menti. Penghargaan, kepercayaan dan komunikasi terbuka merupakan hal penting dalam membangun hubungan mentor dan menti yang sukses. Tingkat kepercayaan harus diatur dimana mentor dan menti dapat berbagi kepentingan profesional dan personal sebagaimana juga keberhasilannya (Busen & Engebretson, 1999).
Dilain pihak, keunikan individu terbukti mempengaruhi penilaian menti. Dengan program mentorship yang memungkin kesempatan yang lebih besar bagi mentor dan menti untuk berinteraksi, dirasakan sebagai suatu yang berlebihan dibandingkan apa yang diharapakan oleh menti. Seperti yang diungkapkan berikut ini:
Sistem mentorship ini, ada kalanya menimbulkan percaya diri. Masing-masing individu kan berbeda, …, karena perkembangan saya yang terlambat dalam mencapai kompetensi, jadi saya didorong terus oleh mentor. Ini jadi semacam beban bagi saya.
Sebuah ungkapan yang menunjukkan perasaan tidak dihargai disampaikan oleh salah seorang menti. Ungkapan ID 20 menggambarkan sikap mentor yang langsung mengambil alih melakukan tindakan pada saat terjadi masalah tanpa meminta penjelasan sebelumnya dari menti. Pengalaman ini dirasakan mengecewakan bagi menti. Penghargaan dari kedua pihak meningkatkan percaya diri.
Kesadaran diri Dalam uji coba program mentorship ini menti tidak diberikan kesempatan untuk memilih mentor. Tidak banyak ungkapan menti yang mencerminkan adanya perasaan telah menyadari peran yang nanti akan dijalaninya saat menjadi seorang perawat. Mereka menyatakan bahwa semua mentor telah menunjukkan bagaimana menjadi seorang perawat profesional dan menjadi role model yang baik. Sebaliknya, masih banyak menti yang mengatakan belum mampu untuk mempraktekkannya dalam keseharian yaitu selama 1 bulan pelaksanaan mentorship. Kesadaran diri seorang perawat bahwa posisinya yang sebenarnya adalah berada disamping pasien semakin lama semakin berkurang karena kurangnya kepuasan kerja. Aplikasi program mentorship di tempat lain telah terbukti mampu mengatasi masalah kekurangan pelaksana perawatan serta memberikan makna tersendiri bagi pesertanya (Block & Korow, 2005).
Dalam hal kesadaran diri untuk memperbaiki kekurangan ataupun kesalahan dalam melakukan proses keperawatan, tidak banyak yang melaporkan kejadian bermakna. Hal ini sebenarnya adalah awal dari siklus refleksi dimana praktek yang reflektif menuntut praktisi untuk menggunakan pengetahuan teoritis dan cara yang kreatif untuk menjelaskan dan meyelesaikan masalah dalam praktek profesional sehari-hari, menghasilkan praktek dari teori dan menghasilkan teori dari praktek. Mentorship dalam hal ini belum memperlihatkan manfaatnya dalam membangun kesadaran diri.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Malini dan Huriani (2006) didapatkan bahwa metode pengajaran klinik yang selama ini dijalankan terutama untuk pengalaman di klinik kurang dapat meningkatkan kompetensi klinik para calon ners. Kurang dapat dicapainya kompetensi klinik ini akan menyebabkan tidak siap untuk memasuki dunia kerja dan juga tidak dapat memenuhi tuntutan penyedia jasa pelayanan kesehatan. Untuk itulah diperlukan suatu metode pembelajaran baru yang mampu secara khusus dan seksama memantau perkembangan pencapaian tujuan pembelajaran. Bentuk pengajaran klinik tersebut adalah mentorship.
Mentorship adalah suatu hubungan antara 2 orang yang memberikan kesempatan untuk berdiskusi yang menghasilkan refleksi, melakukan kegiatan/tugas dan pembelajaran untuk keduanya yang didasarkan kepada dukungan, kritik membangun, keterbukaan, kepercayaan, penghargaan dan keinginan untuk belajar dan berbagi (Rolfe-Flett, 2001; Spencer, 1999 dikutip dalam Werdati, 2007). Mentorship dapat juga diartikan sebagai proses pembelajaran dimana mentor mampu membuat menti (peserta mentorship) yang tadinya tergantung menjadi mandiri melalui kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang diharapkan terjadi yaitu mengalami sendiri dan menemukan sendiri fenomena praktek keperawatan dimana hal ini diharapkan dapat membangun kepercayaan diri, harga diri dan kesadaran diri yang merupakan fundamental dalam penyelesaian masalah (Nurachmach, 2007).
Metode ini telah diaplikasikan sejak lama dalam pendidikan keperawatan dan disiplin ilmu lainnya dalam kesehatan, khususnya diluar negeri. Bahkan hasil review atas pelaksanaan mentorship menyatakan bahwa mentorship dapat mengatasi kekurangan tenaga perawat, meningkatkan kepuasan perawat serta memperbaiki kualitas pelayanan (Block & Korow, 2005). Sejauh ini belum ada catatan pelaksanaan mentorship dalam sistem pendidikan keperawatan maupun kesehatan di Indonesia.
Metode ini memberikan kesempatan kepada para mentor untuk memantau secara mendetil perkembangan menti, dimana satu orang menti digandengkan dengan 1 orang mentor, kemudian diberikan kesempatan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan melalui interaksi dengan teman sejawat yang telah memiliki pengalaman sehingga terbangun rasa percaya. Untuk dapat membuktikan bahwa mentorship ini memang mampu untuk menjawab kekurangan yang ada dari metode pengajaran klinik sebelumnya serta dapat diaplikasikan pada sistem pelayanan keperawatan di Indonesia umumnya dan Sumatera Barat umumnya, maka perlu dilakukan sebuah penelitian yang menerapkan mentorship ini.
Literatur menunjukkan penerapan mentorship dalam proses pembelajaran klinik keperawatan di luar negeri mampu meningkatkan pencapaian kompetensi peserta didik. Selanjutnya, mentorship juga diakui dapat meningkatkan rasa percaya diri, harga diri dan kesadaran diri calon ners serta meningkatkan kesiapan perawat dalam menghadapi dunia kerja. Dari sisi organisasional keperawatan, keberadaan para menti dapat membantu mengatasi masalah kekurangan tenaga perawat. Namun demikian, pelayanan keperawatan di Indonesia menganut sistem yang berbeda dengan pelayanan keperawatan di luar negeri. Hal ini selalu diupayakan dalam rangka meningkatkan kepuasan pengguna layanan keperawatan.
Bimbingan Klinik
Bimbingan klinik adalah segala bentuk tindakan edukatif yang dilaksanakan oleh pembimbing klinik untuk memberikan pengetahuan nyata secara optimal dan membantu peserta didik agar mencapai kompetensi yang diharapkan. Tujuan pelaksanaan bimbingan klinik yaitu membantu peserta didik menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat praktek, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari dikelas secara terintegrasi ke situasi nyata, dan mengembangkan potensi peserta didik dalam menampilkan perilaku atau keterampilan yang bermutu ke situasi nyata dalam praktek. Selain itu, bimbingan klinik juga bertujuan untuk memberi kesempatan kepada peserta didik mencari pengalaman kerja secara tim dalam membantu proses kesembuhan klien, memberi pengalaman awal dan memperkenalkan kepada peserta didik tentang situasi kerja profesional keperawatan, dan membantu peserta didik mengatasi masalah yang dihadapi di lahan praktek, serta membantu peserta didik dalam mencapai tujuan praktek klinik.
Mentorship
Mentorship adalah suatu bentuk sosialisasi untuk peran profesional yang merangsang pencapaian kompetensi sains natural (Lowenstein & Bradshaw, 2001). Mentorship merupakan suatu hubungan antara 2 orang yang memberikan kesempatan untuk berdiskusi yang menghasilkan refleksi, melakukan kegiatan/tugas dan pembelajaran untuk keduanya yang didasarkan kepada dukungan, kritik membangun, keterbukaan, kepercayaan, penghargaan dan keinginan untuk belajar dan berbagi (Rolfe-Flett, 2001; Spencer, 1999 dikutip dalam Werdati, 2007). Kegiatan belajar yang diharapkan terjadi yaitu mengalami sendiri dan menemukan sendiri fenomena praktek keperawatan dimana hal ini diharapkan dapat membangun kepercayaan diri, harga diri dan kesadaran diri yang merupakan fundamental dalam penyelesaian masalah (Nurachmach, 2007).
Dengan perubahan paradigma dalam pendidikan dan perubahan kondisi kehidupan, konsep pembelajaran pada pendidikan profesi keperawatan mengintegrasikan segala sumber yang ada kedalam suatu bentuk sistem pembelajaran yang diharapkan lebih efektif dalam pencapaian kompetensi, yaitu yang memiliki prinsip dasar belajar aktif dan mandiri. Salah satu metode pembelajaran yang memenuhi kriteria tersebut adalah mentorship (Nurachmach, 2007).
Adapun 5 karakteristik mentorship yaitu sifat hubungan yang menguatkan dan memberdayakan, menawarkan serangkaian fungsi menolong/membantu untuk memfasilitasi pembinaan dan memberikan dukungan, perannya meliputi keterkaitan antara aspek personal, fungsional dan hubungan, dan tujuan individu (menti) dan fungsi penolong ditetapkan oleh individu yang terlibat, serta bisa saling memilih (siapa mentor dan menti) dan diidentifikasi fase hubungannya. Hal ini akan memberikan kenyamanan bagi mentor maupun menti dalam membangun hubungan dan bagi pengembangan diri.
Fase hubungan dalam mentoring terdiri dari 4 fase yaitu fase inisiasi, fase perencanaan, fase pelaksanaan dan fase terminasi. Fase inisiasi berfokus pada mengidentifikasi kesamaan karakteristik antara individu mentor dan menti, kemampuan atau pengakuan nilai-nilai yang dianut. Hal yang penting disadari pada fase perencanaan adalah bahwa terhadap keterbatasan-keterbatasan dari peran mentor dan kemampuan menti. Negosiasi atas pengharapan dilakukan dan klarifikasi dikemukakan untuk meningkatkan kepuasan pada akhir hubungan mentorship. Pada fase kerja, fokus utamanya adalah pertumbuhan dan perkembangan dari hubungan dan pencapaian tujuan dalam mentoring. Kesinambungan hubungan mentoring dipertahankan melalui interaksi mentor dan menti dan meningkatnya rasa percaya dan kedekatan yang dibangun.
Sejalan dengan perkembangan fase ini, rasa percaya dan berbagi menjadi terbentuk dan menti menjadi lebih siap untuk memilah bentuk bantuan yang sesuai dengan kebutuhannya. Menti secara bertahap menjadi lebih mandiri dan hanya kadang-kadang mengharapkan bantuan. Pada perjalanan selanjutnya, menti dengan segala pemahaman barunya menjadi seorang yang ingin mencoba dan mengambil resiko yang terus dipantau serta didukung. Pada akhir fase ini, kepercayaan diri menti terus meningkat.
Pada fase terminasi, menti bekerja dan bertindak atas inisiatif sendiri dan pada posisi ini menti telah bekerja secara mandiri. Jika proses dirasakan bermanfaat oleh kedua pihak, maka keduanya dapat mempertahankan hubungan pertemanan. Masalah potensial dalam hubungan mentorship dapat berupa mentor yang over protektif atau terlalu mengontrol sehingga membekukan kreatifitas dan inovasi menti. Eksploitasi dapat terjadi jika mentor memiliki tujuan untuk pelayanan pribadi mentor.
Pencapaian Kompetensi Klinik Salah seorang menti melaporkan adanya perubahan yang dirasakannya dalam melakukan pengkajian dan tindakan keperawatan ketika mentor mendampingi dan membimbingnya dalam melakukan hal tersebut. Dengan membandingkan pengalaman mahasiswa selama mengikuti program mentorship dengan pengalaman mengikuti metode bimbingan lama, mahasiswa dalam FGD menyampaikan adanya pencapaian kompetensi klinik yang lebih cepat, tepat dan memuaskan dengan metode mentorship. Dalam melakukan pengkajian, mahasiswa dapat melakukannya dengan fokus dan tindakan keperawatan yang dilakukan menjadi lebih terarah dan sesuai dengan teori. Hal ini membuktikan pendapat Stewart dan Krueger (1996) yang menyatakan salah satu atribut dari konsep mentoring adalah perbedaan pengetahuan dan kompetensi antara pemula dan ahli. Melalui hubungan mentoring, akan terjadi saling mengisi antara keduanya.
Menti lainnya melaporkan perbedaan yang dirasakannya dengan membandingkan metode bimbingan klinik lama dengan metode mentorship. Kontrak yang telah dibuat antara mentor dan menti hampir seluruhnya dilaksanakan.Berbeda dengan metode bimbingan klinik lama dimana beberapa pembimbing bertanggung jawab terhadap kemajuan 1 kelompok mahasiswa praktek, menggunakan metode mentorship masing-masing mentor bertanggung jawab terhadap mentinya. Dengan metode lama, memungkinkan adanya pengharapan bahwa pembimbing lain akan melakukannya sehingga pada kenyataannya tidak satu orangpun akhirnya melakukan bimbingan sesuai yang diharapkan oleh mahasiswa. Selain atribut penting tadi, sinergi positif atau ‘chemistry’ hadir dalam hubungan mentorship. Karena ‘chemistry’ ini menyebabkan seorang yang berpengalaman menjadi bertanggung jawab secara personal, intensif dan emosional (Stewart & Krueger, 1996)
Dalam hal kompetensi melakukan komunikasi terapeutik, sebagian besar menti melaporkan mendapatkan model peran yang baik dari mentornya. Komunikasi terapeutik dipraktekkan oleh mentor dalam berbagai kesempata seperti pada saat melakukan overan dinas, menerima danmengorientasikan pasien baru, melaksanakan asuhan keperawatan, melakukan tindakan keperawatan, dn lain-lain. Hal ini membuktikan bahwa program mentorship juga dilaporkan efektif dalam mempraktekkan komunikasi terapeutik dalam hubungan antara perawat dan pasien dan perawat dengan perawat. Saat mentor melakukan kominukasi, menti mengamati teknik yang digunakan oleh mentor untuk mendapatkan perhatian dari pasien dan memilih kata-kata yang dapat dipahami oleh pasien. Demikian juga dengan komunikasi dengan kolega. Registered Nurses Association of Ontario (RNAO, 2008) mengatakan bahwa mentorship memberikan berbagai keuntungan seperti menjembatani jurang antara teori dan praktek, meningkatkan pemikiran kritis dan pengembangan karir, dan mengingkatkan profesionalisme perawat baru.
Namun demikian, sebagaimana diungkapkan oleh beberapa mentee dalam FGD, mentee mengeluhkan kurangnya arahan dari mentor ketika mentee tidak lagi dinas pada ruangan yang sama dengan mentornya. Tanggung jawab yang ditunjukkan oleh mentor ada yang disalah artikan oleh menti menjadi pendampingan yang terus menerus. Dijelaskan dalam fase hubungan dalam mentorship, proses mentorship yang berhasil ditandai dengan kesiapan menti untuk mampu bertindak secara mandiri. Lain halnya dengan menti dalam program ini, pada waktu yang telah disepakati sebelumnya pada saat penyusunan kontrak belajar, menti tidak siap untuk dilepas secara bertahap. Dalam kontrak mentor dan menti disetujui bahwa setelah 2 minggu, ketergantungan menti terhadap mentor harus berkurang. Kunci keberhasilan mentorship termasuk mencegah terjadinya ketergantungan yang berlebihan dan menyadari kapan akan mengakhiri mentorship (Greene & Puetzer, 2002).
Seorang mentor dituntut untuk memiliki kompetensi dalam membangun jaringan kerja dengan kolega untuk berbagi praktek terbaik. Dalam prakteknya, upaya ini dinilai sebagai pemicu kekecewaan menti karena bukan mentor yang mendampinginya dalam pencapaian kompetensi. Hal ini terungkap melalui pernyataan salah seorang menti berikut ini:
Mentor tidah hadir karena sakit, sibuk dan juga banyak konseling, jadi kalau untuk tindakan kami lebih banyak didampingi oleh perawat ruangan. … Saya pribadi merasa kurang puas, cuma waktu kami mau sampaikan ke mentor, kayaknya mentor juga ga punya waktu untuk itu.
Kesalahpahaman tentang proses dalam mentorship menimbulkan pikiran-pikiran negatif dan selanjutnya mengurangi semangat menti dalam mencapai tujuan belajarnya. Pada akhirnya, menimbulkan penilaian yang keliru tentang mentorship.
Seorang menti menilai mentorship hanya berfokus pada pencapaian kompetensi tentang tindakan keperawatan, sedangkan kompetensi menyeluruh dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif sering terabaikan. Dengan demikian mentorship dirasakan tidak memfasilitasi pencapaian standar akademik. Hasil diskusi dengan mentor menyatakan bahwa mentor telah berupaya memfasilitasi menti sesuai kebutuhan yang diutarakannya. Dalam mentorship, tujuan pembelajaran disusun oleh menti dan selanjutnya disepakati dengan mentor mengenai pencapaiannya. Hal ini bertolak belakang dengan metode bimbingan lama dimana tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak akademik. Perbedaan konsep ini telah dijelaskan pada tahap persiapan dan dicantumkan dalam buku panduan.
Kepercayaan diri dan harga diri
Menti menyampaikan bimbingan tidak hanya didapatkan dalam melakukan tindakan keperawatan, tetapi juga dalam hal membangun hubungan dengan pasien dan keluarga. Menti melaporkan melalui mentorship terbangun rasa kekeluargaan dengan pasien dalam konteks hubungan terapeutik. Kepercayaan diri yang dilihat dalam penelitian ini adalah kemampuan menti dalam menempatkan diri pada saat membangun hubungan terapeutik, berkolaborasi dengan anggota tim pelayanan kesehatan dan berkomunikasi secara efektif. Metode bimbingan klinik mentorship dilaporkan menti mampu memenuhi harapannya dalam hal-hal diatas.
Harga diri yang dimaksud adalah ungkapan ataupun perasaan kepuasan atas otoritas yang dimiliki dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien. Ungkapan ini dapat muncul baik dari penghargaan pasien terhadap perawat maupun penghargaan dari mentor terhadap penampilan menti. Umumnya menti melaporkan adanya hubungan yang saling menhargai antara mentor dan menti, seperti menghargai keberhasilan menti, menghargai pendapat menti, menghargai upaya yang dilakukan menti serta menghargai keterbatasan menti. Penghargaan, kepercayaan dan komunikasi terbuka merupakan hal penting dalam membangun hubungan mentor dan menti yang sukses. Tingkat kepercayaan harus diatur dimana mentor dan menti dapat berbagi kepentingan profesional dan personal sebagaimana juga keberhasilannya (Busen & Engebretson, 1999).
Dilain pihak, keunikan individu terbukti mempengaruhi penilaian menti. Dengan program mentorship yang memungkin kesempatan yang lebih besar bagi mentor dan menti untuk berinteraksi, dirasakan sebagai suatu yang berlebihan dibandingkan apa yang diharapakan oleh menti. Seperti yang diungkapkan berikut ini:
Sistem mentorship ini, ada kalanya menimbulkan percaya diri. Masing-masing individu kan berbeda, …, karena perkembangan saya yang terlambat dalam mencapai kompetensi, jadi saya didorong terus oleh mentor. Ini jadi semacam beban bagi saya.
Sebuah ungkapan yang menunjukkan perasaan tidak dihargai disampaikan oleh salah seorang menti. Ungkapan ID 20 menggambarkan sikap mentor yang langsung mengambil alih melakukan tindakan pada saat terjadi masalah tanpa meminta penjelasan sebelumnya dari menti. Pengalaman ini dirasakan mengecewakan bagi menti. Penghargaan dari kedua pihak meningkatkan percaya diri.
Kesadaran diri Dalam uji coba program mentorship ini menti tidak diberikan kesempatan untuk memilih mentor. Tidak banyak ungkapan menti yang mencerminkan adanya perasaan telah menyadari peran yang nanti akan dijalaninya saat menjadi seorang perawat. Mereka menyatakan bahwa semua mentor telah menunjukkan bagaimana menjadi seorang perawat profesional dan menjadi role model yang baik. Sebaliknya, masih banyak menti yang mengatakan belum mampu untuk mempraktekkannya dalam keseharian yaitu selama 1 bulan pelaksanaan mentorship. Kesadaran diri seorang perawat bahwa posisinya yang sebenarnya adalah berada disamping pasien semakin lama semakin berkurang karena kurangnya kepuasan kerja. Aplikasi program mentorship di tempat lain telah terbukti mampu mengatasi masalah kekurangan pelaksana perawatan serta memberikan makna tersendiri bagi pesertanya (Block & Korow, 2005).
Dalam hal kesadaran diri untuk memperbaiki kekurangan ataupun kesalahan dalam melakukan proses keperawatan, tidak banyak yang melaporkan kejadian bermakna. Hal ini sebenarnya adalah awal dari siklus refleksi dimana praktek yang reflektif menuntut praktisi untuk menggunakan pengetahuan teoritis dan cara yang kreatif untuk menjelaskan dan meyelesaikan masalah dalam praktek profesional sehari-hari, menghasilkan praktek dari teori dan menghasilkan teori dari praktek. Mentorship dalam hal ini belum memperlihatkan manfaatnya dalam membangun kesadaran diri.
Sumber Artikel:
- Block, L. M. & Korow, M. K. (2005). The value of mentorship within nursing organizations. Nursing Forum, 40 (4), 134-140.
- Greene, M. T. & Puetzer, M. (2002). The value of mentoring: A strategic approach to retention and recruitment. Journal of Nursing Care Quality, 17 (1), 63-70.
- Lowenstein, A. J. & Bradshaw, M. J. (2001). Fuszard’s innovative teaching strategies in nursing (3rd ed). Maryland: Aspen Publishers Inc.
Baca juga:
0 comments:
Post a Comment