Sistem Hidrologi dalam Ekosistem DAS

Posted by

Sistem Hidrologi dalam Ekosistem DAS 
DAS mempunyai karakteristik yang spesifik yang berkaitan erat dengan unsur utamanya seperti jenis tanah, tataguna lahan, topografi, kemiringan lereng dan panjang lereng. Karakteristik ini mempengaruhi curah hujan yang jatuh di daerah wilayah DAS tersebut dalam besar kecilnya evapotransiprasi, infiltrasi, perkolasi, air larian, aliran permukaan, kandungan air tanah dan aliran sungai.
Faktor yang dapat direkayasa manuasi adalah faktor tataguna lahan dan kemiringan dan panjang lereng dan yang lainnya merupakan faktor alamiah dan tidak dapat dikontrol manusia.
Pengetahuan tentang proses-proses hidrologi yang berlangsung dalam ekosistem DAS bermanfaat bagi pengembangan sumberdaya air dalam skala DAS. Dalam sistem hidrologi ini, peranan vegetasi sangat besar. Vegetasi dapat merubah sifat fisika dan kimia tanah dair, dalam hubungannya dengan air, dapat mempengaruhi kondisi permukaan tanah sehingga dapat mempengaruhi besar-kecilnya aliran permukaan.
Karena DAS merupakan suatu ekosistem, maka akan terjadi saling interaksi dalam sistem tersebut. Gambar menunjukkan proses yang terjadi dalam ekosistem DAS.

 
Gambar Fungsi Ekosistem DAS

Gambar tersebut menunjukkan input berupa curah hujan sedangkan output debit aliran dan/atau muatan sedimen. Hujan yang jatuh di suatu DAS akan mengalami interaksi dengan komponen-komponen ekosistem DAS tersebut dan akan menghasilkan keluaran berupa debit, muatan sedimen dan material lainnya yang terbawa oleh aliran sungai.

Gambar di atas juga menunjukkan adanya hubungan antara erosi di daerah tangkapan air dan besarnya sedimentasi yang terpantau di aliran sungai bagian bawah daerah tangkapan tersebut yang juga berkaitan erat dengan sistem hidrologi. Curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng, vegetasi dan aktifitas manusia mempunyai peranan penting dalam berlangsungnya proses erosi-sedimentasi.

 
Gambar: cara bercocok tanam yang tidak selaras dengan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Tampak penanaman tidak mengikuti garis kontur melainkan dengan cara up dan down the slope, penanaman juga tidak dilakukan pada bidang tanam yang dilengkapi dengan teras.

Gambar memperlihatkan dampak aktual keterkaitan biofisik antara aktifitas manusia di hulu DAS. Aktifitas bercocok tanam yang tidak atau kurang mengindahkan kaidah-kaidah konservasi di hulu DAS telah mengakibatkan proses sedimentasi yang serius pada waduk dan/atau sungai bagian hilir DAS yang bersangkutan. Besarnya proses sedimentasi yang berlangsung di dalam waduk/sungai, tidak hanya mempengaruhi kualitas dan umur pakai waduk, tapi juga mengakibatkanterjadinya pendangkalan pada saluran-saluran irigasi yang mendapatkan aliran air dari waduk/sungai tersebut.

Cara yang terbaik untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menerapkan pola tanam yang sesuai dengan konsep konservasi tanah dan air seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Pembuatan teras dapat mencegah terjadinya akumulasi air hujan pada bidang tanam. Dengan cara ini akan diperoleh dua manfaat yaitu kelebihan kelembaban tanah dapat dihindari dan risiko terjadinya erosi dan/atau tanah longsor dapat dikurangi.

Konsep perencanaan pengelolaan DAS pada dasarnya adalah mengusahakan agar aktifitas manusia yang berlangsung di atas permukaan tanah tidak mengakibatkan terjadinya degradasi sumberdaya tanah dan air.

 
Gambar: Sistem Pertanaman yang sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah

Infiltrasi Tanah
Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan kata lain, infiltrasi adalah aliran air masuk ke dalam tanahsebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan grafitasi (gerakan air ke arah vertikal). Setelah lapisan atas tanah jenuh, kelebihan air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya grafitasi bumi dan dikenal sebagai kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil daripada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan. Laju infiltrasi dinyatakan dalam satuan milimeter per jam (mm/jam).

Proses Terjadinya Infiltrasi
Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, tergantung kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh hujan tersebut akan mengalirmasuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Laju air infiltrasi yang dipengaruhi gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertikal ke dalam tanah melalui profil tanah. Pada sisi lain, gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus ke atas, ke bawah dan ke arah horizontal (lateral).

Secara ringkas mekanisme infiltrasi melibatkan tiga proses :
  1. proses masuknya air hujan melalui pori-pori tanah 
  2. tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah 
  3. proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas).
Faktor-Faktor Penentu Infiltrasi
Proses infiltrasi dipengaruhi beberapa faktor antara lain : tekstur dan struktur tanah, persediaan air awal (kelembaban tanah), kegiatan biologi dan unsur organik, jenis dan kedalaman serasah dan tumbuhan bawah atau tajuk penutup tanah lainnya.

Laju infiltrasi ditentukan oleh :
  1. jumlah air yang tersedia dipermukaan tanah 
  2. sifat permukaan tanah 
  3. kemampuan tanah untuk mengosongkan air di atas permukaan tanah

Pengukuran Infiltrasi
Ada tiga cara untuk menentukan besarnya infiltrasi (Knapp, 1978), :
  1. menentukan beda volume air hujan buatan dengan volume air larian pada percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan. 
  2. menggunakan alat infiltrometer 
  3. tehnik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan.

Aplikasi Praktis Infiltrasi
Aplikasi praktis peranan air infiltrasi berkaitan dengan usaha pencagaran air (water consevation) untuk daerah resapan (recharge area) yang biasanya mempunyai nilai koefisien resapan (recharge coeffisient) besar. Koefisien resapan adalah banyaknya volume curah hujan yang mengalir sebagai air infiltrasi terhadap total curah hujan.

Untuk mendapatkan angka koefisien resapan (C) tahunan suatu daerah resapan, rumus yang digunakan adalah :
C = (I x 365 x A)/(P x A)
I = laju infiltrasi (base flow) (m/hari), A= luas daeran tangkapan air (m2), dan P = curah hujan tahunan (m).

Contoh :
Diketahui besarnya laju infiltrasi suatu daerah resapan adalah 0,80 mm/hari. Luas daerah tangkapan air A = 296 km2. Curah hujan rata-rata tahunan daerah tersebut = 2000 mm.
Koefisien resapan (C) = {(0,8/1000m)(365)(296x106m2)}/{2000/1000m)( 296x106m2)}= 0,15

Limpasan Permukaan/Air Larian (surface runoff)
Limpasan permukaan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Bagian penting dari dari limpasan permukaan berkaitan dengan rancang bangun pengendali limpasan permukaan adalah besarnya debit puncak (peak flow) dan waktu tercapainya debit puncak, volume dan penyebaran limpasan permukaan. Limpasan permukaan berlangsung ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah.

Kondisi aliran air permukaan yang berbeda akan menentukan bentuk dan besaran hidrograf aliran (bentuk hubungan grafis antara debit dan waktu) suatu derah aliran sungai seperti terlihat terlihat pada gambar.

 
Gambar: Beberapa macam aliran air dalam suatu DAS dan bentuk hidrograf yang dihasilkannya
Catatan:
A = Intersepsi saluran
B = Air larian
C = Aliran air bawah permukaan
D = Aliran air tanah
Q = Debit aliran

Koefisien Air Larian (C)
Koefisien air larian (C) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan.
Koefisien air larian (C) = air larian (mm)/curah hujan (mm).

Misalnya nilai C untuk hutan adalah 0,10 artinya 10 persen dari total curah hujan akan menjadi limpasan permukaan. Angka koefisien air larian merupakan indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami gangguan (fisik). Nilai C yang besar menunjukkan bahwa lebih banyak air hujan yang menjadi limpasan permukaan dan kurang menguntungkan karena besrnya air yang menjadi air tanah berkurang. Angka C berkisar antara 0 sampai 1. Angka C = 0 menunjukkan semua air hujan terdistribusi menjadi air dan infiltrasi, sedangkan angka C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir menjadi limpasan permukaan.

Cara Perhitungan untuk menentukan besarnya koefisien air larian :  
 
C = koefisien air larian, Q = debit rata-rata bulanan (m3/dt), d = jumlah hari, P = curah hujan rata-rata setahun di DAS yang bersangkutan (mm/thn), A = luas DAS (m2)

 
Tabel: Prakiran angka koefisien air larian (C) dan aliran mantap DAS Citarum di 
stasiun pengamatan saguling (Luas = 2283 km2

Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perairan (1950 - 1975)
Catatan:
(2) Rata-rata aritmatik stasiun penakar hujan di daerah tangkapan air Saguling
(3) Curah hujan rata-rata x luas DAS
(4) Volume debit aliran stasiun pengukuran debit Saguling
(5) = (3) - (4); ET = evapotranspirasi; L = perkolasi
(6) = (4)/(3)
(7) = (4) x 0,25
 
Perkiraan Air Larian 
Perkiraan limpasan permukaan puncak (peak run off) dapat dilakukan dengan metoda rasional. Metoda ini mudah dalam pemakaiannya pada DAS dengan ukuran kecil, kurang dari 300 ha. Kelemahan metoda ini adalah ia tidak dapat menerangkan hubungan curah hujan terhadap air larian dalam bentuk unit hidrograf, dan dapat digunakan untuk merancang bangunan pencegah banjir, erosi dan sedimentasi.
 
Q = 0,028 C i A

Q = air larian (debit) puncak (m3/dt), C = koefisien air larian, i = intensitas hujan (mm/jam), dan A = luas wilayah DAS (ha).

 
Tabel: Angka koefisien air larian C untuk DAS dengan tanah kelompok B


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Demo Blog NJW V2 Updated at: 6:18 AM

0 comments:

Post a Comment