Meningkatkan Profesionalisme dan Prestasi Kerja

Posted by

Profesionalisme dan prestasi adalah sesuatu yang sudah barang tentu hampir dipastikan menjadi impian banyak orang. Lalu bagaimana sesorang dapat menjadi profesional dan berprestasi di bidangnya? Tentu tidak mudah, semua itu didapat dari perjalanan proses pembelajaran yang panjang. Apa lagi bila hal ini menyangkut prestasi kerja. Lalu dari mana prestasi kerja dimulai? Suatu pertanyaan yang mungkin akan memiliki banyak alternative jawaban. Kita bisa menjawab bahwa prestasi kerja seseorang akan naik mulai dari banyak hal seperti gelar pendidikan, pengalaman, relasi, uang pemberian peluang, dukungan fasilitas, warisan, keahlian, ketenaran, rekomendasi dan lain-lain. Meskipun semua altrenativ jawaban itu hampir dipastikan benar dan baik namun belum tentu bermanfaat buat kita. Ketika kita sudah memilikinya, dan sudah kita gunakan untuk menaikan prestasi kita, tentu hal ini benar, baik dan bermanfaat. Akan tetapi ketika kita tidak memilikinya dan tidak memulai sesuatu untuk bisa memilikinya, atau sekalipun memiliki tetapi tidak digunakan, maka jawaban itu hanya benar dan baik saja.
 
 
Kalau kita kembalikan semua pada cara kerja sunnatullah, bisa kita katakan bahwa semua jawaban tersebut merupakan sebagai ‘akibat’ (hasil) yang didatangkan dari sebab (bil asbab). Semua orang tahu kalau gelar, uang, relasi atau fasilitas itu penting, tetapi semua itu tidak akan datang dengan sendirinya tanpa usaha. Usaha (ikhtiar) yang dilakukan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan inilah yang disebut ‘penyebab’. Meskipun ada banyak jawaban yang benar dan bagus untuk dapat menjawab pertanyaan tentang “Dari mana kita menaikan prestasi kita? Tetapi untuk menghadirkan jawaban yang bermanfaat, maka jawaban itu harus berupa sesuatu yang kita mulai dari dalam diri kita, dari usaha kita lebih dulu,’ibda’min nafsik’ artinya dalam hal ini kita harus mengangkat diri kita sebagai penyebab (the cause) atau sebagai khalifah (penguasa, pengambil keputusan) bagi diri kita bukan berposisi sebagai akibat (the effect). Menurut Mark Victor Hansen penulis buku terkenal “The chicken for the Soul” dalam sebuah wawancara menyatakan bahwa salah satu alas an dominant mengapa 90% orang gagal dalam merealisasikan impiannya untuk berprestasi di bidangnya adalah karena mereka menyadari sebagai akibat (the effect), bukan sebagai penyebab (the cause). Persoalannya adalah selama ini apakah kita menyadari diri kita ini sebagai akibat (the effect) atau sebagai penyebab (the cause)?
 
 
 
Bertolak dari sebuah pemikiran tentang apa yang bisa kita lakukan, potensi apa yang bisa kita kembangkan dari dalam diri kita untuk dapat mengankat diri kita sebagai ‘penyebab’ (the cause), menjadi khalifah. Merujuk pendapat dari beberapa orang ahli (pakar) di bidang pengembangan diri dan motivasi, AN.Ubaedy dalam bukunya menuliskan ada beberapa hal penting yang merupakan potensi yang sudah kita miliki dan kita diberi pilihan oleh Tuhan apakah kita akan mengembangkannya atau justru sebaliknya hanya membiarkan saja. Kelima potensi yang sudah kita miliki adalah sebagai berikut:
  1. Memperkuat Postur Sikap Mental 
  2. Meningkatkan Keahlian Kerja 
  3. Meningkatkan Kesalehan Hidup 
  4. Membangun Jaringan Kerja 
  5. Berlatih Menembak Peluang
a. Memperkuat Postur Sikap Mental
Manusia melihat dunia tergantung pada dirinya, artinya kesimpulan kita mengenai suatu obyek yang kita lihat di dunia ini bukan tergantung pada obyek itu melainkan tergantung pada diri kita (We see the word as we are not as they are). Apa yang kita lihat, apa yang menimpa kita atau apa yang terjadi pada kita tidak banyak mengambil peran dalam langkah kita sebanyak yang ditentukan oleh oleh apa yang kita ciptakan di dalam diri kita. Menurut J.Maxwell dan para ahli pengembangan diri bahwa nasib kita tidak ditentukan oleh apa yang terjadi atas kita, melainkan ditentukan oleh apa yang terjadi di dalam diri kita.
 
 
Jadi, meskipun realita yang dilihat manusia itu sama, tetapi karena manusia memiliki kualitas derajat yang beda dalam mempersepsi dan menyimpulkan sesuatu, maka kesimpulan yang tercetakpun akhirnya akan berbeda pula. Dengan demikian berbeda pada tingkat kesimpulan akan menciptakan perbedaan dalam tindakan, berbeda dalam tingkat tindakan maka akan berbeda pula dalam hasil. Tentang hal ini seorang khalifah besar Ali Bin Abu Thalib pernah berpesan “Siapa yang memperbaiki dunia di dalam dirinya, maka Tuhan akan memperbaiki dunia dari luar dirinya”.
 
 
Sikap mental kita berperan dalam menentukan “HOW”(bagaimana kita melakukan sesuatu) dan apa yang akan kita lakukan terhadap kenyataan di tempat kerja. Harus kita sadari bahwa tempat kerja merupakan salah satu bagian terpenting dari sumber solusi yang kita butuhkan (financial, harga diri, status sosial,dll). Namun demikian kita juga harus maklum bahwa tempat kerja kita selain sebagai sumber solusi bagi kita juga menjadi sumber masalah seperti kesulitan(difficult), dilemma, misteri, tekateki atau keterbatasan (limited factors). Karena hamper tidak ada solusi yang bisa dihasilkan tanpa melalui jalan berproblem, maka disinalh sikap mental yang akan ditampilkan di tempat kerja menjadi sesutu yang sangat penting. Sikap mental kita yang kita gunakan untuk menyikapi problem itulah yang pada akhirnya akan menentukan sebagus apa solusi yang kita hasilkan dari tempat kerja.
 
 
Ada beberapa golongan orang dalam menentukan sikap mental di tempat kerja,yaitu menerima dengan pasrah, kedua menerima dengan menolak, dan menerima dengan tanggung jawab. Golongan yang pertama (sikap mental menerima dengan pasrah), ini merupakan sikap mental yang lahir dari spirit hidup lemah dan berkualitas rendah dan sangat berpotensi menghasilkan gaya hidup yang statis. Sebanyak apapun peluang dan pelajaran untuk maju yang tersedia di tempat kerja, tak banyak menjadi materi yang mendorong kita untuk meningkatkan kemampuan kita dalam menciptakan solusi yang dibutuhkan oleh perkembangan pekerjaan. Padahal kemampuan kita dalam menciptakan solusi akan sebanding dengan nilai jual kita.
 
 
Golongan yang kedua (sikap mental menerima dengan menolak), sikap mental ini lahir dari spirit hidup menyerang dan menghancurkan dengan kualitas rendah, sangat berpotensi melahirkan gaya hidup konflik-diri sebagai akibat dari kegagalan kita membina keharmonisan dengan diri kita, dengan orang lain dan dengan keadaan lingkungan disekitar kita. Konflik semacam ini bahkan akan menjadi ancaman bagi kemajuan prestasi kerja.Ekspresi keluhan sering terjadi karena menerima tetapi kontradiktif (dalam hati menolak). Akan sangat sulit bagi kita meraih prestasi tinggi dibidang tertentu selam kita belum bisa mencintai apa yang kita lakukan dengan sepenuh hati.
 
 
Golongan yang ketiga (menerima dengan tanggung jawab), merupakan sikap mental yang ideal bagi kita. Menerima adalah mengakui dengan kesadaran atas eksistensi apa yang kita terima. Kita mengakui dengan sadar bahwa memang di tempat kerja kita ada maslah, hambatan,peluang, pelajaran dan seterusnya. Menerima di sini bukan hanya menerima,melainkan menerima sebagai jalan untuk mencapai tujuan, sebagai jalan untuk mengolah. Problem,hambatan, tawaran peluang yang ada setiap saat kalau dibiarkan tidak akan memberikan pelajaran apapun kepada kita, tidak akan membuat kita mejadi apapun dan tak akan membuat kita memiliki apapun. Tanggung jawab disini adalah kemampuan kita dalam memberikan jawaban atas pertanyaan, ujian, tantangan dan tawaran yang sampai kepada kita. Dengan demikian menerima denan tanggung jawab adalah pola sikap menerima kenyataan yang kita maksudkan sebagai jalan untuk bisa memperbaiki diri dan keadaan diri kita dari tempat hidup di man kita berada.
 
 
b. Meningkatkan Keahlian Kerja
Keahlian kerja adalah kemampuan kita dalam menyelesaikan pekerjaan yang kita tangani. Menyelesaikan pekerjaan di sini artinya pekerjaan yang sudah kita selesaikan sudah membuahkan solusi bagi orang lain yang membutuhkan kemampuan kita, mampu menghadirkan benefit (manfaat atu keuantungan) bagi orang lain dan bagi kita yang menjalankan. Realita kehidupan, keahlian kerja ini merupakan salah satu penyebab pengangguran. Minimnya keahlian kerja yang kita miliki telah menciptakan jurang pemisah antara kebutuhan pekerjaan terhadap keahlian tertentu, dan kebutuhan kita terhadap pekerjaan dengan keahlian yang kita miliki. Beberapa alasan di lapangan mengapa kita perlu meningkatkan keahlian kerja adalah sebagai berikut: 
 
Pertama meningkatkan hasil, maksdu dari hasil di sini yang paling mayoritas adalah uang atau materi di samping juga ada hal-hal lain yang menjadi tujuan kita seperti harga diri atau status sosial. Jika materi menempati posisi akibat, hasil, atau pendapatan, berarti harus ada penyebab. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa hasil sebuah pekerjaan itu lebih banyak ditentukan oleh sejauh man kita memiliki keahlian di pekerjaan itu (how well are you doing) ketimbang oleh jenis pekerjaan itu sendiri. Artinya ketika kita sudah bicara hasil pada ukuran yang paling spesifik, rupanya keahlianlah yang menentukan derajat hasil yang kita dapatkan dari pekerjaan itu.
 
 
Kedua menaikan power, semua orang tentu menginginkan power di tempat kerjanya, karena dengan memiliki akan banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menciptakan manfaat (benefit) bagi diri kita dan orang lain. Power yang dimaksud di sini bisa berupa kekuasaan(authority), status (jabatan) atau kepemilikaan (kekayaan material atau finasial). Dalam kasus ini power adalah menempati posisi sebagai sebab melainkan akibat. Artinya kita bisa memiliki power sebagai akibat yang disebabkan oleh keahlian kerja yang kita miliki.
 
 
Ketiga menjaring peluang, Secara teori peluang itu ada dimana-mana seperti di tempat kerja kita dan kita persepsi sebagai sesuatu yang gaib atau potensial, oleh karena itu dubutuhkan sesuatu untuk dapat mengubah dari yang potensial menjadi sesuatu yang nyata. Dan untuk membuat peluang itu menjadi kenyataan tentu dibutuhkan alat salah satunya yang penting adalah keahlian yang dibutuhkan untuk mengolah peluang itu. Kualitas keahlian kerja kita dapat diperbaiki dengan cara meningkatkan kemampuan teknis kita seperti kemampuan mengoperasikan alat, program, perangkat atau teknologi yang dibutuhkan oleh pekerjaan itu, meningkatkan kemampuan taktis suatu kemapuan yang hanya bisa diasah dengan cara memperbanyak praktik, meningkatkan kemampuan menjalin hubungan (relationship) karena apapun profesi atau pekerjaan yang kita jalankan, sebenarnya kita tidak bekerja dengan profesi atau pekerjaan itu melainkan dengan orang lain.

c. Meningkatkan Kesalehan Hidup
Kesalehan berarti kebiasaan hidup yang kita tegakan berdasarkan nilai-nilai kebenaran yang kita yakini benar atau yang cocok dengan nilai-nilai itu. Semua orang pada dasarnya sudah memiliki bentuk-bentuk keyakinan yang meyakini adanya kebenaan di dunia ini, seperti kejujuran, ketakwaan dan seterusnya. Yang membedakan orang per orang adlah dalan hal kualitas atau kadar dalam meyakininnya. Semakin kuat keyakinan seseorang ( selalu diperkuat) bisa dipastikan segala bentuk tindakan dan kebiasaan yang yang memiliki tingkat kecocokan yang kuat dan sebaliknya. Menurut Donah Zohar dan Ian Marshall dalam hasil studinya, dikatakan bahwa di dalam pikiran manusia (mind) ada bagian yang disebut God Spot (titik Tuhan) yang selalu menyuarakan kebenaran kepada hati kita, ini yang disebut dengan suara hati. Suara hati inilah yang bekerja untuk selalu memberikan sinar atau cahaya bagi setiap langkah kita yang kemudian lengkapnya kita sebut hati nurani. Beberapa alasan yang mndasari mengapa kita perlu meningkatkan kesalehan dan apa hubungannya dengan prestasi adalah sebagai berikut:
 
 
Pertama, kesalehan dapat menaikan kepercayaan orang lain. Mengapa ini penting? Karena berprestasi di bidang apapun sudah pasti membutuhkan kepercayaan dari orang lain. Keahlian apapun yang kita miliki tanpa ada orang lain yang mempercayai keahlian kita, man mungkin ada orang lain yang mau menggunakan keahlian kita. Steven Covey mengatakan bahwa keperayaan (trust) itu dibangun dari dua karakter, yaitu karakter moral dan karakter mental. Karakter moral akan menjadi sumber kesalehan hidup kita sedangkan karakter mental akan menjadi sumber kahlian kita. Yang pada akhirnya karakter-karakter inilah yang akan membentuk reputasi kita.
 
 
Kedua, kesalehan dapat menjaga agar kita tidak jatuh. Didrikson Zaharias mengatakan, ”Kemampuan barangkali akan mengantarkanmu ke puncak, tetapi karakter dibutuhkan agar kamu tetap berada di sana”. Artinya keahlian yang kita kuasai akan bekerja untuk menaikan derajat prestasi kita, sedangkan kesalehan hidup yang kita miliki akan bekerja untuk menyelamatkan kita dari kehancuran, jatuh atau terjerumus.
 
 
Ketiga, kesalehan akan menjaga agar kita tetap berada di jalan yang lurus. Dalam menaikan prestasi di bidang apapun, kita sebenarnya dihadapkan pada pilihan-pilihan jalan. Ada jalan yang buntu, jalan yang sesat dan jalan yang lurus. Secara harpiah jalan yang buntu itu adalah jalan yang kalau kita tempuh tidak akan membuat prestasi kita bergerak kemana-mana alias mandek. Hal ini disadari atau tidak karena tidak memiliki tujuan yang jelas, hanya memiliki satu cara(tunggal) dan tidak adanya pembimbing. Jalan sesat adalah jalan yang kalau kita tempuh malah akan membawa kita menjadi tersesat. Hal ini bisa disebabkan oleh kurang kontrol diri, terlalu menuhankan sifat egoisme kebenaran-sendiri, serta tidak mempunyai pendirian yang kuat(labil). Meningkatkan kesalehan kita, akan menempatkan kita pada track atau jalur yang benar dalam upaya kita meningkatkan prestasi kita di bidang yang sudah kita pilih. Apa yang mesti kita lakukan untuk meningkatkan kesalehan kita?, Jawabannya ada beberapa pilihan yang bisa kita jalankan.
 
 
Pilihan pertama kita harus memperjuangkan visi. Visi ini penting artinya bagi kita karena dalam visi inilah kita dapat menggambarkan diri kita di masa depan. Visi adalah kreasi mental atau kreasi pikiran. Menurut Hukum Kreasi (The law of Creation), semua kreasi manusia itu pertama kali diciptakan di dalam pikirannya baru kemudian di alam fisiknya melalui tindakan. Jadi visi itu harus diperjuangkan dengan usaha (effort) sebagai bukti atas ketaatan kita terhadap perintah Tuhan.
 
 
Pilihan kedua, kita harus memperjuangkan visi dengan metode. Kenyataan yang ada selain kita membutuhkan keimanan, kesabaran, keyakinan dan kejelasn visi di alam pikiran kita, juga ternyata kita membutuhkan pula metode, strategi dan taktik. Berbicara mengenai metode stidaknya ada tiga hal penting yang mesti dicatat. Yang pertama kita perlu menggunakan metode berjenjang (pembelajaran), yaitu upaya kita dalam mengubah ketidak mampuan kita pada masa lalu menjadi bentuk kemampuan baru secara bertahap. Kedua kita perlu melatih kelenturan dalam menghadapi kenyataan hidup(adaptasi). Bahkan dalam teori Darwin dikatakan bahwa syarat untuk bisa bertahan hidup adalah kemampuan beradaptasi. Artinya segala macam bentuk perubahan kenyataan harus selalu disikapi dengan beradaptasi. Ketiga kita perlu memperkaya metode, strategi atau taktik dalam mewujudkan sasaran. Ibarat dalam suatu permainan semakin banyak metode yang kita kuasai, akan membuat kita semakin lentur dalam permainan. Hal ini bisa kita lakuakn dengan cara membaca buku yang bermanfaat, melihat gaya permainan orang lain dan mempelajari gaya permainan kita sendiri.
 
 
Pilihan ketiga, kita harus memperkuat diri dengan penderitaan. Satu kata yang tidak bisa dipisahkan dari perjuangan adalah penderitaan. Kalau kita memperjuangkan sesuatu, kita akan mengalami penderitaa sebagai konsekkensi perjuangan kita. Tapi kalau kita memilih pasrah (menolak berjuang), maka akan lebih besar lagi penderitaan yang akan kita alami. Meskipun secara umum penderitaan itu bisa menimpa siapa saja, tetapi satu hal yang membedakan yaitu dalam menyikapi penderitaan itu dalah kasus ini kita dituntut untuk bisa menyikapi penderitaan itu dengan mengeloahnya menjadi ujian dalam memperkuat diri. Dengan kata lain untuk memperjuangkan visi, dibutuhkan upaya batin (perjuangan spiritual) dalam mengolah penderitaan yang kita terima dari mana saja (akibat usaha kita, akibat prilaku orang lain, dan akibat perubahan keadaan) sebagai materi untuk memperkuat diri kita.
 
 
d. Membangun Jaringan Kerja
Alasan mengapa kita perlu membangun, membentuk, memperluas, memperkokoh jaringan kerja adalah sebagai berikut: 
 
Pertama, sebagai sarana untuk mengasah kemampuan yang kita miliki. Kita akan tahu kemampuan kita itu dibawah standar yang dibutuhkan atau justru melebihi kemampuan orang lain. Dan orang lain di sini sudah barang tentu mereka yang berada dalam suatu komunitas tertentu dimana kita harus terlibat di dalamnya. Artinya makin banyak komunitas orang lain yang kita ketahui kita dapat belajar untuk menjadi orang yang lebih baik lagi dari mereka.
 
 
Kedua, menyikapi cara kerja ”Hukum Asosiasi”. Seseorang bisa meraih prestasi tertentu sampai ke ukuran tertentu bukan disebabkan oleh semata-mata keahlian yang dimiliki, atau oleh modal yang dimiliki, melainkan juga berkat dukungan komunitas yang dimasuki. Memangun jaringan merupakan langkah awal yang bisa mngantarkan kita untuk memasuki komunitas tertentu sesuai dengan jenis level prestasi yang kita inginkan. Artinya, meningkatkan prestasi itu memerlukan upaya untuk mengenal orang lain, memasuki komunitas orang lain, atau menjadi bagian dari lingkungan orang lain yang sesuai dengan bidang atau target prestasi kita.
 
 
Ketiga, sebagai saluran rejeki. Semua rejeki memang datang datangnya dari Tuhan akan tetapi jalan yang rejeki Tuhan untuk sampai ke kita biasanya tidak secara langsung melainkan seringkali memalui tangan rang lain atau memalui keterlibatan orang lain. Rejeki yang bisa kita gunakan dari hasil membangun jaringan biasanya macam-macam, dari mulai informasi peluang, informasi alternatif solusi masalah, atau kontribusi dan lain-lain. Dalam ”Hukum Jarnigan” (The Law of Networking) yang bekerja di dunia ini bisa dijelaskan dengan kata ”semangkin”. Semakin banyak orang yang kita kenal semakin mudah bagi kita menemukan solusi dari masalah yang kita hadapi. Semakin banyak orang yang kita kenal akan semakin banyak saluran rejeki yang dihubungkan ke kita. Semakin banyak orang yang kita kenal semakin banyak pilihan yang bisa kita tentukan, dan sebaliknya.
 
 
Keempat, sebagai sumber kemanan(security). Kita harus ingat bahwa datangnya perubahan keadaan dan nasib buruk bisa menimpa siapa saja, itu semua berada di luar jangkauan kita (kehendak Tuhan), yang bisa kita lakukan adalah selalu berusaha untuk menggandakan bekal, mempersiapkan diri, atau melengkapi diri dengan kekuatan yang bisa membuat stabilitas keamanan kita terjaga. Pertolongan Tuhan disaat kita mngalami kesulitan(ketidakamanan) sering dating melalui tangan orang lain karena itulah pentingnya kita selalu menambah jaringan atau menambah jumlah orang yang kita kenal.
 
 
Kelima, jaringan yang kita bangun jika kita terus menerus upayakan maka pada akhirnya akan terbentuk pula jaringan-jaringan lain seperti yang dilakukan dalam bisnis multi level marketing. Artinya bisnis, prestasi, dan reputasi kita bisa meningkat karena jaringan-jaringan yang terbentuk yang sudah kita rintis sebelumnya. Memang akan ada hambatan-hambatan atau masalah yang akan kita temui di saat kita mengembangakn atau membangun suatu jaringan. Hambatan atau masalah itu bisa berasal dari dalam maupun dari luar. Masalah atau hambatan dari dalam seperti sikap kita yang senang atau semangat selalu mengkritik sisi-sisi negative orang lain hanya untuk mengkritik dan berhenti pada kritik dengan cara mengkritik semata, apalagi ditambah dengan semangat permusuhan (critical spirit). Ditambah lagi dengan spirit memberi problem pada orang lain, belum lagi berpikir semua penting dan tidak penting, budaya konkurensi (memukul, menghalangi keunggulan orang lain, menjatuhkan dan menjegal), budaya dualistik (menjadikan perbedaan sebagai materi untuk permusuhan).
 
 
Masalah atau hambatan dari luar misalnya saja menyangkut posisi hubungan kita dengan orang lain yang tidak semuanya ideal (kita Ok, orang lain Ok). Ini yang kadang akan menimbulkan konflik, dan sebisa mungkin jika itu terjadi jangan sampai menggalkan tujuan kita. Hal lain yang bisa menjadi hambatan dari luar adalah terkadang terjadi pelanggaran kesepakatan dan intensitas hubungan dalam jaringan yang kurang atau bahkan tidak terjaga.
Ada beberapa cara atau tips dalam memperluas, memperdalam dan memperkokoh hubungan dalam jaringan, yaitu dengan formula 3B, B yang pertama adalah Belajar menerapkanhukum kemungkinan, B yang kedua Belajar memperdalam intensitas hubungan dan B yang ketiga Belajar menjadi asertif (hubungan yang sopan, kuat karakternya seperti air yang fleksibel).
 
 
f. Berlatih Menembak Peluang
Peluang adalah sesuatu yang ghaib yang ada dimana-mana temasuk di tempat kerja kita, di balik orang yangkita kenal, di balik ijazasah yang kita miliki, di balik hobi, bakat dan seterusnya. Bahkan suah terbukti dibalik masalah kita pun ada peluang. Karena pada dasarnya kehidupan kita ini tidak pernah dilanda krisis peluang, maka yang paling penting di sini bukan memasalahkan apakah peluang itu ada atau tida ada (karena sudah pasti adad), melainkan mempertanyakan ketegasan kita dalam mewujudkan peluang (yang masih ghaib itu) menjadi kenyataan. Hal yang membedakan orang lemah dengan orang yang kuat adalah dalam kebiasaan, yaitu kalau orang lemah biasanya menunggu datangnya peluang, sedangkan orang yang kuat itu bisanya selalu menciptakan peluang itu sendiri. Lalu apa kunci untuk mewujudkan peluang itu menjadi kenyataan? Meskipun tidak ada kunci atau rumusan resep yang baku paling tidak secara prinsip bahwa kemauan keras yang muncul dari diri kita adalah kunci utama. Ada rahasia yang tersembuny di balik kemauan keras kita diantaranya adalah kita akan mampu menunjukkan partner yang tepat untuk diajak kerja sama (orang yang cocok) meskipun prosesnya harus berkali-kali dengan resiko kesalahan, kita akan mampu menunjukkan jurus spesifik yang cocok untuk peluang tertentu, itu didapat dengan kemauan untuk mecoba dan mempraktikannya.
 
 
Kita juga akan mampu menunjukkan ukuran an jenis peluang yang seperti apa yang cocok dengan kita, kita juga akan terlatih dapat menunjukkan saat yang tepat an sumber daya yang cocok untuk mewujudkan peluang-peluang yang ada. 
 
 
Ada beberapa masalah dalam diri kita yang sering menjadi penghambat dalam upaya berlatih menembak peluang diantaranya adalah adanya kesimpulan negatif, seringnya orang hanya mencari peluang ke luar dan tidak jarang pula hanya menunggu dari dalam. Padahal menurut Jhon C. Maxwell, bahwa orang yang sudah berhasil merebut peluang adalah karena mereka memiliki kemampuan intuitive, yaitu kemampuan yang di dapat dari kebiasaannya berkomunikasi dengan dirinya (ke dalam), bukan keluar. Kebiasaan yang seperti itu akan dapat menunjukkan peluang apa yang ukurannnya cocok dangan kemampuan kita, peluang apa yang jenisnya cocok dengan keunggulan diri kita, serta peluang apa yang saatnya cocok dengan tujuan yang ingin kita raih. AN.Ubaedy dalam bukunya Jurus-jurus Meningkatkan Profesionalisme & Prestasi Kerja, memberikan solusi bagaimana cara melatih menembak peluang, yaitu dengan formula 3 M.
 
M yang pertama adalah ”Menanyakan”, kita mesti bertanya kepada diri kita apa yang bisa saya lakukan, kemampuan apa yang kita miliki, partner seperti apa yang bisa kita ajak bekerja sama serta ada hambatan dan tantangan apa saja yang bisa kita atas?

M yang ke dua adalah ”Mulai”, dengan mulai melakukan sesuatu dari inisiatif diri (niat di hati), mulai dengan melakukan sesuatu dari yang biasa dilakukan, mulai dengan melakukan sesuatu dari sekarang dengan sumber daya yang ada dulu serta mulai melakukan sesuatu dengan niat untuk menciptaan manfaat atau meberi manfaat kepada orang lain.
 
M yang ketiga adalah ”Mengasah”, apa saja yang perlu diasah antar lain keahlian yang kita miliki alam mengonsep tindakan (Conceptual skill) dan menerapkan konsep di lapangan (Practical skill), keahlian dalam menjalankan alat (Tecnical skill) serta keahlian kita dalam menjalin hubungan (intra pesonal skill, inter-personal skill & spiritual).
 


Sumber Artikel:
AN.Ubaedy.2005. Jurus-jurus Meningkatkan Profesionlisme & Prestasi kerja. Khalifa. Jakarta.


Baca juga:


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Demo Blog NJW V2 Updated at: 6:45 AM

0 comments:

Post a Comment