Persepsi Kualitas Inti
Persepsi terhadap kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan dari suatu produk atau jasa layananyang berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Zeithaml dalam Muafi dan Effendi, 2001).
Sedangkan menurut Durianto, et al. (2004) pembahasan perceived quality pelanggan terhadap produk dan atau atribut yang dimiliki produk (kepentingan tiap pelanggan berbeda).
Lebih lanjut Cleland dan Bruno dalam Simamora (2002) mengemukakan tiga prinsip tentang persepsi terhadap kualitas yaitu:
- Kualitas yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap suatu produk mencakup tiga aspek utama yaitu produk, harga, dan nonproduk.
- Kualitas ada kalau bisa di persepsikan oleh konsumen.
- Perceived quality diukur secara relatif terhadap pesaing.
Persepsi kualitas meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan bagaimana suatu merek dipersepsikan sehingga dengan diketahuinya persepsi pelanggan terhadap kualitas dari merek yang dimiliki maka perusahaan dapat menentukan langkah-langkah apa yang dapat diambil guna memperkuat persepsi pelanggan terhadap merek yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Persepsi kualitas dipengaruhi oleh dua dimensi, yaitu dalam bentuk kualitas produk dan kualitas jasa (Lindawati, 2005). Persepsi terhadap kualitas yang positif dapat dibangun melalui upaya identifikasi dimensi kualitas yang dianggap penting oleh pelanggan, dan membangun persepsi terhadap kualitas pada dimensi penting merek tersebut (Aaker dalam Astuti dan Cahyadi, 2007). Jika suatu produk mempunyai persepsi kualitas yang jelek maka akan berpengaruh terhadap merek dari produk tersebut juga akan menjadi jelek. Ini berarti bahwa semakin tinggi yang dirasakan oleh konsumen, maka akan semakin tinggi pula kesediaan konsumen tersebut untuk akhirnya membeli (Chapman dan Wahlers, 1999).
Garvin (1998) dalam Lindawati (2005) mengungkapkan ada tujuh dimensi kualitas produk, yaitu:
- Performance, yang meliputi karakteristik operasi dari suatu produk;
- Features, merupakan tambahan untuk menjadi pembeda yang penting untuk dua produk yang tampak sama;
- Conformance with the specifications or the absence of defects, merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur yang berorientasi tradisional;
- Reliability, yaitu konsistensi kinerja dari pembelian satu ke pembelian lainnya dan presentase waktu yang dimiliki produk untuk berfungsi sebagaimana mestinya;
- Durability, mencerminkan umur ekonomis suatu produk;
- Serviceability, mencerminkan kemampuan suatu produk dalam memberikan layanan; dan
- Fit and Finish, yaitu mengarah pada penampilan mutu.
Zeithaml, et al. (1990) dalam Lindawati (2005) mengungkapkan ada sepuluh dimensi kualitas jasa diantaranya:
- Tangibles, yang meliputi tampilan fasilitas fisik, peralatan, personal, dan alat-alat komunikasi;
- Reliability, yaitu kemampuan untuk mengerjakan jasa yang dijanjikan secara mandiri dan akurat;
- Competence, yang meliputi ketrampula dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelayanan;
- Responsiveness, yang berupa kemampuan untuk menolong pelanggan dan memberikan pelayanan yang sesuai;
- Courtesy, antara lain berupa kesopanan, kesadaran, dan sifat bersahabat dari personal;
- Credibility, yang mencakup kata-kata yang dapat dipercaya, jasa dapat yang dapat dipercaya, dan sifat bersahabat dari personal;
- Security, yaitu bebas dari bahaya, risiko dan keraguan;
- Acces, yaitu dekat dan mudah untuk saling berhubungan;
- Communication, yaitu memberi informasi pada pelanggan dengan bahasa yang dapat dimengerti dan mendengarkan pelanggan;
- Understanding The Customer, yang berusaha untuk mengetahui pelanggan dan kebutuhan pelanggan.
Untuk kelas produk tertentu, dimensi penting dapat dilihat langsung oleh pelanggan melalui penilaian kualitas secara keseluruhan misalnya banyaknya busa yang dihasilkan sabun mandi menandakan kemampuan membersihkan anggota badan yang efektif. Disamping itu juga persepsi kualitas mempunyai atribut penting yang dapat diaplikasikan dalam berbagai hal (Durianto, et al., 2004), seperti:
a. Kualitas aktual atau objektif
Perluasan ke suatu bagian dari produk atau jasa yang memberikan pelayanan yang lebih baik.
b. Kualitas isi produk
Karakteristik dan kuantitas unsur, bagian atau pelayanan yang disertakan.
c. Kualitas proses manufaktur
Kesesuaian dengan spesifikasi, hasil akhir yang tanpa cacat.
Sedemikian pentingnya peran persepsi terhadap kualitas bagi suatu mereksehingga upaya membangun perceived quality yang kuat perlu memperoleh perhatian serius agar perusahaan dapat merebut dan menaklukkan pasar di setiap kategori. Membangun persepsi terhadap kualitas harus diikuti dengan peningkatan kualitas yang nyata dari produknya karena akan sia-sia meyakinkan pelanggan bahwa kualitas merek produknya adalah tinggi bilamana kenyataan menunjukkan kebalikannya.
Berikut ini adalah berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam membangun persepsi terhadap kualitas (Aaker dalam Durianto, et al., 2004):
a. Komitmen terhadap kualitas
b. Budaya kualitas
c. Informasi masukan dari pelanggan
d. Sasaran/standar yang jelas
e. Kembangkan karyawan yang berinisiatif
Menurut Buzzel dan Gale dalam Muafi dan Effendi (2001) menyebutkan dalam jangka panjang faktor tunggal yang paling penting dalam mempengaruhi kinerja suatu bisnis adalah persepsi terhadap kualitas dari produk atau jasa relatif terhadap kinerja para pesaing. Dipertegas oleh Jacobson dan Aaker dalam Muafi dan Effendi (2001) bahwa persepsi terhadap kualitas dapat menciptakan profitabilitas, dapat mempengaruhi pangsa pasar, mempengaruhi harga, mempunyai dampak langsung terhadap profitabilitas sebagai kelanjutan dan dampaknya terhadap pangsa pasar dan harga, serta tidak mempengaruhi biaya.
Sebuah perusahaan hendaknya ikut memperhatikan bagaimana konsumen mempersepsikan atas produk-produk yang dikeluarkan, karena dengan diketahuinya persepsi tersebut maka badan usaha dapat menentukan langkahlangkah yang dapat diambil untuk memperkuat persepsi pelanggannya terhadap merek yang dimiliki badan usaha tersebut (Aaker dalam Lindawati, 2005). Lebih lanjut lagi menurut Aaker dalam Muafi dan Effendi (2001) menyebutkan secara umum persepsi kualitas dapat menghasilkan nilai-nilai sebagai berikut:
a. Alasan unuk membeli
b. Differensiasi atau posisi
c. Harga premium
d. Penyaluran minat pelanggan
e. Perluasan merek
Konsumen akan menampakkan perilakunya setelah melakukan persepsi terhadap keputusan apa yang akan diambil dalam membeli suatu produk. Menurut Schiffman dan Kanuk (2000) “Perception is process by which an individuals selects, organizers, and interprets stimuli into the a meaningfull and coherent picture of the world”. Kurang lebihnya bahwa persepsi merupakan suatu proses yang membuat seseorang untuk memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan rangsangan-rangsangan yang diterima menjadi suatu gambaran yang berarti dan lengkap tentang dunianya.
Sedangkan Kotler dan Amstrong (2004) mengemukakan bahwa dalam keadaan yang sama, persepsi seseorang terhadap suatu produk dapat berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh adanya proses seleksi terhadap berbagai stimulus yang ada. Pada hakekatnya persepsi akan berhubungan dengan perilaku seseorang dalam mengambil keputusan terhadap apa yang dikehendaki. Salah satu cara untuk mengetahui perilaku konsumen adalah dengan menganalisis persepsi konsumen terhadap produk. Dengan persepsi konsumen kita dapat mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi kekuatan, kelemahan, kesempatan ataupun ancaman bagi produk kita.
Di dalam mempelajari persepsi ada dua hal yang penting, yaitu:
- The absolute threshold yaitu suatu tingkatan terendah dimana seseorang dapat merasaka adanya sensasi atau nilai minimum dari suatu rangsangan agar dapat diterima secara sadar.
- The defferent threshold atau just noticeable different yaitu perbedaan minimum yang dapat dideteksi diantara dua rangsangan yang muncul secara bersamaan.
Dalam persepsi banyak menggunakan panca indera untuk menangkap rangsangan (stimulus) dari objek-objek yang ada di sekitar lingkungan. Suatu stimulus, sebagai masukan untuk panca indera atau sensory reception. Fungsi dari sensory receptor adalah untuk melihat, mendengarkan, mencium aroma, merasakan, dan menyentuh.
Selama ini teori persepsi manusia didominasi oleh dua asumsi yang diajukan yakni:
- Proses pembentukan kesan dianggap bersifat mekanis dan cenderung mencerminkan sifat manusia yang memberi stimulus.
- Proses tersebut di bawah dominasi perasaan atau evaluasi dan bukan oleh pikiran atau kognisi.
Dalam hubungan antar persepsi dan perilaku dapat dilihat dari pendapat Siagian (2006) bahwa persepsi dapat diungkapkan sebagai proses melalui mengenai lingkungannya. Interpretasi seseorang mengenai lingkungan tersebut akan sangat berpengaruh pada perilaku yang pada akhirnya menentukan faktor faktor yang dipandang sebagai motivasional (dorongan untuk melakukan sesuatu).
Singkatnya, motif menggiatkan perilaku orang dan persepsi menentukan arah perilakunya. Karena itu kita harus mengetahui unsur-unsur yang mempengaruhi atau membeli bentuk persepsi seseorang. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tentang persepsi konsumen adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi manajemen dalam sebuah perusahaan untuk menyusun dan menetapkan strategi pemasaranya.
Persepsi tidak hanya tergantung pada sifat-sifat rangsangan fisik, tapi juga pada pengalaman dan sikap sekarang dari individu. Pengalaman dapat diperoleh dari semua perbuatannya di masa lampau atau dapat pula dipelajari, sebab dengan belajar seseorang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman yang berbeda-beda, akan membentuk suatu pandangan yang berbeda sehingga menciptakan proses pengamatan dalam perilaku pembelian yang berbeda pula.
Makin sedikit pengalaman dalam perilaku pembelian, makin terbatas pula luasan interpretasinya.Assael dalam Sutisna (2003) menyebutkan bahwa persepsi terhadap suatu produk melalui proses itu sendiri terkait dengan komponennya (kemasan, bagian produk, dan bentuk) serta komunikasi yang ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan produk melalui latar katakata, gambar, dan simbolisasi atau melalui stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk (harga, tempat, dan penjualan).
Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek (Durianto, et al., 2004). Persepsi kualitas inti yang baik akan mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut.
Selanjutnya mengingat persepsi konsumen dapat diramalkan maka jika persepsi kualitasnya negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama di pasar. Sebaliknya, jika persepsi kualitas pelanggan positif maka produk akan disukai. Banyak konteks menyebutkan persepsi kualitas sebuah merek menjadi alasan penting pembelian serta merek yang mana akan dipertimbangkan pelanggan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pelanggan dalam memutuskan merek yang akan dibeli (Durianto, et al., 2004). Selain itu persepsi kualitas inti yang terkait erat dengan keputusan pembelian maka persepsi kualitas inti dapat mengefektifkan semua elemen program pemasaran khususnya program promosi (Durianto, et al., 2004).
Persepsi merupakan realitas yang dinyatakan oleh konsumen dalam membuat keputusan, hal ini disebutkan Cleland dan Bruno dalam Simamora (2002) bahwa kualitas ada bila telah masuk ke dalam persepsi konsumen (quality only as is perceived by customers) yang berarti bila konsumen telah mempersepsikan kualitas sebuah produk sebagai bernilai rendah, maka kualitas produk itu rendah dan sebaliknya apapun kualitasnya. Maka disini persepsi menjadi lebih penting dari pada realitas karena konsumen membuat keputusannya berdasarkan persepsi bukan realitas.
Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Lindawati (2005) konsumen percaya bahwa berdasarkan evaluasi mereka terhadap kualitas produk akan dapat membantu mereka untuk mempertimbangkan produk mana yang akan mereka beli. Menurut Lindawati (2005) sendiri menyatakan beberapa peneliti telah mencoba untuk mengintegrasikan konsep kualitas produk sebagai dasar pembelian produk oleh konsumen dan sebuah studi menunjukkan bahwa dengan adanya produk quality akan menyebabkan tingkan pembelian yang semakin tingi pula.
Lebih lanjut dalam penelitiannya, Vranesevic (2003) memasukkan salah satu variabelnya yaitu persepsi terhadap kualitas dalam proses pembelian diantara alternatif yang ada dimana konsumen akan pertama kali mempersepsikan merek sebagai tanda kualitasnya (penampilan fisik dan pengemasan, harga, dan reputasi dalam jaringan penjualan). Hasil akhir penelitiannya menunjukkan hal yang sama bahwa persepsi atas kualitas menjadi faktor dominan dalam pemilihan merek, implikasinya ditunjukkan dalam fakta dimana terjadi probabilitas peningkatan melalui tingkat pembelian serta kekuatan di dalam persaingan.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan suatu hipotesis sebagai berikut:
H1 : Persepsi kualitas inti berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian.
Referensi Artikel: Muafi dan M.I. Effendi. 2001. Mengelola Ekuitas Merek: Upaya Memenangkan Persaingan di Era Global. EKOBIS. Vol.2. No.3.
0 comments:
Post a Comment